Bawang
merah merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai manfaat besar
dalam kehidupan manusia. Berbagai macam masakan membutuhkan bawang merah
sebagai penyedap , pengharum maupun penambah gizi. Demikian pula dengan
industri obat-obatan yang membutuhkan bawang untuk campuran obat-obatan. Petani
menanam bawang merah karena tertarik oleh nilai ekonomis yang dihasilkannya ,
yang memberikan harapan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik.
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan nasional
yang sejak lama diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas ini
merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi
cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah (Rp 2,7 triliun/tahun)
dengan potensi pengembangan areal cukup luas mencapai ± 90.000 ha (Dirjen
Hortikultura, 2005).
Bawang merah dihasilkan di 24 dari 30 propinsi di Indonesia. Propinsi
penghasil utama (luas areal panen > 1.000 hektar per tahun) bawang merah di
antaranya adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, D.I.Y, Sumatra Utara,
Sumatra Barat, Bali, NTB dan Sulawesi Selatan.
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang
sangat fluktuatif harga maupun produksinya. Hal ini terjadi karena
pasokan produksi yang tidak seimbang antara panenan pada musimnya serta panenan
di luar musim, salah satu diantaranya disebabkan tingginya intensitas serangan
hama dan penyakit terutama bila penanaman dilakukan di luar musim. Selain
itu bawang merah merupakan komoditas yang tidak dapat disimpan lama, hanya
bertahan 3-4 bulan padahal konsumen membutuhkannya setiap saat (Baswarsiati et
al, 1997).
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan untuk ekspor
diperlukan produk yang mempunyai kualitas baik dan aman dikonsumsi. Untuk
memenuhi hal tersebut maka proses produksi perlu dilakukan secara baik sesuai
Standar Prosedur Operasional (SPO) berbasis norma budidaya yang baik dan benar
(Good Agriculture Practices/GAP). Sehingga diharapkan tidak banyak
lagi petani yang melakukan proses produksi tanpa memperhatikan hal
tersebut karena efisiensi ekonomis tidak akan diperoleh jika tetap menggunakan
pestisida dan pemupukan anorganik secara berlebihan sehingga tidak efisien.
Banyak
kendala yang dihadapi oleh petani dalam berusaha tani bawang merah. Hama yang
selalu mengintai dilapangan dan siap untuk menyerbu serta menghancurkan tanaman
bawang merah, membuat petani bawang merah dituntut untuk memiliki ketrampilan
dan pengetahuan dalam mengenal hama dan penyakit, gejala serangan dan upaya
pengendaliannya. Hama Spodoptera exigua Hubn. merupakan salah satu penyebab
terjadinya kehilangan hasil panen bawang merah. Serangan hama ini hampir selalu
terjadi pada setiap musim tanam. Kehilangan hasil panen akibat serangan hama
ini dapat mencapai 62,98 % bahkan kegagalan panen.
Salah
satu tehnik pengendalian yang sekarang dikembangkan adalah penggunaan lampu
perangkap, yang disesuaikan dengan sifat imago yang aktif malam hari dan
tertarik dengan cahaya lampu.
Hama penting yang menyerang tanaman bawang merah antara
lain ulat bawang (Spodoptera exigua), lalat pengorok daun (Liriomyza
chinensis), Thrips (Thrips tabaci), dan ulat grayak (Spodoptera
litura). Potensi kehilangan hasil oleh OPT utama bawang merah dapat
mencapai 138,4 milyar pada tahun 2004 dan menduduki peringkat
pertama dibandingkan komoditas sayur lainnya seperti cabai, kubis,
kentang dan tomat. Kehilangan hasil karena OPT tersebut dapat mencapai 20
– 100 %.
Selain penggunaan
kerodong kasa, petani Nganjuk juga berkiprah dalam menggunakan trap dengan
lampu untuk mengendalikan hama ulat bawang. Hasilnya sangat
menggembirakan karena dapat menekan tingkat kerusakan hingga 74-81
%. Perangkap lampu neon (TL 10 watt) dengan waktu nyala jam 18.00
sampai jam 24.00 paling efisien untuk menangkap imago dan menekan serangan Spodoptera
exigua pada bawang merah. Implementasi penggunaan lampu perangkap
pada luasan 1 ha dibutuhkan 30 titik, jarak pemasangan 20 m x 15 m. Waktu
pemasangan dan penyalaan lampu 1 minggu sebelum tanam sampai dengan menjelang
panen (60 hari) Tinggi pemasangan lampu antara 10-15 cm di atas bak
perangkapedangkan mulut bak perangkap tidak boleh lebih dari 40 cm di atas
pucuk tanaman bawang merah.
Petani
menggunakan lampu neon dan air bercampur solar yang diletakkan di sekitar lahan
bawang merah. Jika malam tiba, ulat grayak dipastikan akan mendekati lampu dan
terjebak dalam air tersebut. (Setiawati dan Udiarto, 2005).
Model Pembangunan
pertanian yang terdapat di Kabupaten Nganjuk ialah model inovasi. Inovasi
adalah memperkenalkan ide baru, barang baru, pelayanan baru dan cara-cara baru
yang lebih bermanfaat. Amabile et al. (1996) mendefinisikan inovasi yang
hubungannya dengan kreativitas adalah: Inovasi atau innovation berasal
dari kata to innovate yang mempunyai arti membuat perubahan atau
memperkenalkan sesuatu yang baru.
Model inovasi yang
digunakan adalah light trap atau jebakan lampu bagi hama tanaman bawang merah. Teknologi
light trap lebih efektif dibandingkan dengan teknologi terdahulu ialah dengan melakukan
penyemprotan menggunakan peptisida untuk membasmi hama ulat.
sumber :