Senin, 10 Desember 2012

PENGENDALIAN HAMA TERPADU PADA KOMODITAS BAWANG MERAH DI KABUPATEN NGANJUK DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM PERANGKAP LAMPU (LIGHT TRAP)



Bawang merah merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai manfaat besar dalam kehidupan manusia. Berbagai macam masakan membutuhkan bawang merah sebagai penyedap , pengharum maupun penambah gizi. Demikian pula dengan industri obat-obatan yang membutuhkan bawang untuk campuran obat-obatan. Petani menanam bawang merah karena tertarik oleh nilai ekonomis yang dihasilkannya , yang memberikan harapan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik.
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan nasional yang  sejak lama diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas ini merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah (Rp 2,7 triliun/tahun) dengan potensi pengembangan  areal cukup luas mencapai ± 90.000 ha (Dirjen Hortikultura, 2005). 
Bawang merah dihasilkan di 24 dari 30 propinsi di Indonesia.  Propinsi penghasil utama (luas areal panen > 1.000 hektar per tahun) bawang merah di antaranya adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, D.I.Y, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bali, NTB dan Sulawesi Selatan. 
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang  sangat fluktuatif  harga maupun produksinya.  Hal ini terjadi karena pasokan produksi yang tidak seimbang antara panenan pada musimnya serta panenan di luar musim, salah satu diantaranya disebabkan tingginya intensitas serangan hama dan penyakit terutama bila penanaman dilakukan di luar musim.  Selain itu bawang merah merupakan komoditas yang tidak dapat disimpan lama, hanya bertahan 3-4 bulan padahal konsumen membutuhkannya setiap saat (Baswarsiati et al, 1997).
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan untuk ekspor diperlukan produk yang mempunyai kualitas baik dan aman dikonsumsi.  Untuk memenuhi hal tersebut maka proses produksi perlu dilakukan secara baik sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) berbasis norma budidaya yang baik dan benar (Good Agriculture Practices/GAP).  Sehingga diharapkan tidak banyak lagi  petani yang melakukan proses produksi tanpa memperhatikan hal tersebut karena efisiensi ekonomis tidak akan diperoleh jika tetap menggunakan pestisida dan pemupukan anorganik secara berlebihan sehingga tidak efisien.
Banyak kendala yang dihadapi oleh petani dalam berusaha tani bawang merah. Hama yang selalu mengintai dilapangan dan siap untuk menyerbu serta menghancurkan tanaman bawang merah, membuat petani bawang merah dituntut untuk memiliki ketrampilan dan pengetahuan dalam mengenal hama dan penyakit, gejala serangan dan upaya pengendaliannya. Hama Spodoptera exigua Hubn. merupakan salah satu penyebab terjadinya kehilangan hasil panen bawang merah. Serangan hama ini hampir selalu terjadi pada setiap musim tanam. Kehilangan hasil panen akibat serangan hama ini dapat mencapai 62,98 % bahkan kegagalan panen.
Salah satu tehnik pengendalian yang sekarang dikembangkan adalah penggunaan lampu perangkap, yang disesuaikan dengan sifat imago yang aktif malam hari dan tertarik dengan cahaya lampu.
Hama penting yang menyerang tanaman bawang merah antara lain ulat bawang (Spodoptera exigua), lalat pengorok daun  (Liriomyza chinensis), Thrips (Thrips tabaci), dan ulat grayak (Spodoptera litura). Potensi kehilangan hasil oleh OPT utama  bawang merah dapat mencapai 138,4 milyar pada tahun 2004 dan  menduduki peringkat pertama  dibandingkan komoditas sayur lainnya seperti cabai, kubis, kentang dan tomat.  Kehilangan hasil karena OPT tersebut dapat mencapai 20 – 100 %.
Selain penggunaan kerodong kasa, petani Nganjuk juga berkiprah dalam menggunakan trap dengan lampu untuk mengendalikan hama ulat bawang.  Hasilnya sangat menggembirakan karena dapat menekan tingkat kerusakan hingga 74-81 %.   Perangkap lampu neon (TL 10 watt) dengan waktu nyala jam 18.00 sampai jam 24.00 paling efisien untuk menangkap imago dan menekan serangan Spodoptera exigua pada bawang merah.  Implementasi penggunaan lampu perangkap pada luasan 1 ha dibutuhkan 30 titik, jarak pemasangan 20 m x 15 m.  Waktu pemasangan dan penyalaan lampu 1 minggu sebelum tanam sampai dengan menjelang panen (60 hari) Tinggi pemasangan lampu antara 10-15 cm di atas bak perangkapedangkan mulut bak perangkap tidak boleh lebih dari 40 cm di atas pucuk tanaman bawang merah.
Petani menggunakan lampu neon dan air bercampur solar yang diletakkan di sekitar lahan bawang merah. Jika malam tiba, ulat grayak dipastikan akan mendekati lampu dan terjebak dalam air tersebut. (Setiawati  dan Udiarto, 2005).
Model Pembangunan pertanian yang terdapat di Kabupaten Nganjuk ialah model inovasi. Inovasi adalah memperkenalkan ide baru, barang baru, pelayanan baru dan cara-cara baru yang lebih bermanfaat. Amabile et al. (1996) mendefinisikan inovasi yang hubungannya dengan kreativitas adalah: Inovasi atau innovation berasal dari kata to innovate yang mempunyai arti membuat perubahan atau memperkenalkan sesuatu yang baru.
Model inovasi yang digunakan adalah light trap atau jebakan lampu bagi hama tanaman bawang merah. Teknologi light trap lebih efektif dibandingkan dengan teknologi terdahulu ialah dengan melakukan penyemprotan menggunakan peptisida untuk membasmi hama ulat.
sumber : 






Komunikasi Pertanian


Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat Tani
Pembangunan pertanian pada setiap negara merupakan aspek yang harus diberikan perhatian lebih oleh semua komponen pelaku kehidupan. Dalam hal ini juga berlaku di seluruh daerah di Indonesia. Apalagi pembangunan pertanian saat ini sudah menjadi otoritas masing – masing daerah. Pada dasarnya, keberhasilan pemerintah dalam membangun pertanian yang dimiliki tidak akan bisa lepas dari pembangunan petani yang berkualitas.
Salah satu kebijakan pembangunan pertanian adalah pemberdayaan petani melalui kegiatan penyuluhan pertanian. Penyuluhan merupakan salah satu bentuk pendidikan non formal. Dengan adanya penyuluhan atau dengan kata lain pendidikan ini, petani diharapkan dapat menjadi petani yang lebih berkualitas dari banyak aspek sehingga pada akhirnya tujuan bersama pemerintah dan petani yaitu kesejahteraan hidup dapat terwujud.
Dalam rangka mewujudkan tujuan bersama tersebut, aspek komunikasi merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan. Kesamaan konsep antara pemerintah dengan petani terhadap tujuan dan cara mewujudkan tujuan menjadi sangat penting dan prioritas. Dengan adanya kesamaan konsep artinya semua informasi dari pemerintah selaku penyuluh atau pembina bisa tersalurkan seutuhnya kepada petani. Oleh karena itu, model komunikasi yang tepat harus dapat teridentifikasi terlebih dahulu mengingat pentingnya peran model tersebut.
Model komunikasi pertama yang ada dalam pemahaman pemberdayaan petani ( dalam hal ini terdapat pada suatu studi kasus di suatu daerah) adalah model komunikasi apa adanya. Proses komunikasi yang terjalin dalam kelompok tani, norma – norma yang berlaku, kegiatan – kegiatan yang diadakan, serta pemaknaan keberhasilan yang dimiliki masing – masing petani memiliki keterkaitan satu dengan yang lain.
Pada dasarnya, penyamaan konsep yang diharapkan selain dipengaruhi oleh model komunikasi yang tepat, juga dipengaruhi oleh proses komunikasi. Proses komunikasi pada akhirnya bermuara pada pengambilan keputusan suatu kelompok. Dalam proses komunikasi, masing – masing pelaku memiliki gaya dan tipe bicara masing – masing. Oleh karena itu, kejelian dan keuletan untuk memahamkan atau menyamakan konsep sangat diperlukan. Apa pun jenis proses komunikasi yang dilakukan, kesepakatan atau keputusan harus dibuat dan dijalankan berdasarkan komitmen oleh semua komponen yang bersangkutan. Dalam hal ini, aspek kelembagaan juga ikut andil dalam mendukung kegiatan pemberdayaan masyarakat sehingga perlu diperhatikan dan dikembangkan.